Beranda Ekonomi Di Persimpangan Nafkah dan Aturan, Pedagang Jalan Bypass Amuntai Bertahan di Tengah...

Di Persimpangan Nafkah dan Aturan, Pedagang Jalan Bypass Amuntai Bertahan di Tengah Imbauan

35
0
Bertahan ditengah imbauan, puluhan pedang kecil memadati bahu Jalan Bypass Amuntai, demi mencari cuan. Sumber Foto: Rama Drone, untuk CakrawalaiNews.com

CakrawalaiNews.com, AMUNTAI – Aktivitas pedagang kecil di sepanjang Jalan Fachrudin atau jalur bypass yang menghubungkan Desa Bayur dan Panangkalaan, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), kembali menjadi perhatian.

Di satu sisi, kawasan tersebut menjadi ruang bagi warga menggantungkan hidup. Namun di sisi lain, keberadaan lapak di bahu jalan dinilai mengganggu ketertiban, kebersihan, dan keselamatan pengguna jalan.

Menindaklanjuti kondisi tersebut, Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP dan Damkar) HSU kembali memasang spanduk dan papan imbauan.

Imbauan tersebut berisi sejumlah poin yang wajib diperhatikan pedagang, mulai dari pembatasan waktu berjualan hingga larangan menempatkan barang dagangan di tepi jalan.

“Kami mengimbau pedagang agar menghentikan aktivitas berjualan saat senja, tidak meletakkan peralatan maupun barang dagangan di bahu jalan, serta menyediakan tempat sampah sendiri. Ini demi keamanan, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan bersama,” ujar Kasatpol PP dan Damkar HSU, Asikin Nor, Selasa (2/12/2025).

Menurutnya, pemasangan spanduk kali ini bukanlah yang pertama. Pihaknya telah berkali-kali memberikan peringatan serupa, termasuk larangan membuang sampah di area rawa di sekitar jalan. Namun hingga kini, masih ditemukan sampah yang mengapung dan menumpuk di kawasan tersebut.

Dari pantauan di lapangan, jalur yang seharusnya berfungsi sebagai jalan penghubung dan jalur alternatif cepat itu justru berubah menjadi pusat aktivitas ekonomi saat sore hingga malam hari. Lapak-lapak kuliner berjejer di pinggir jalan, sementara kendaraan berlalu-lalang cukup padat, terutama menjelang malam.

Bagi sebagian pedagang, lokasi tersebut dinilai strategis karena ramai pembeli. Mereka mengakui bahwa berjualan di sana menjadi salah satu sumber utama penghasilan keluarga. Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih membuat mereka tetap bertahan, meski mengetahui adanya imbauan dari pemerintah setempat.

Namun, dari sisi pengguna jalan dan warga sekitar, keberadaan pedagang yang masih bertahan hingga malam hari menimbulkan kekhawatiran tersendiri.

“Mau bagaimana lagi, antara bertahan hidup dan aturan pemerintah memang dua hal yang berbeda. Bukannya tidak mau mengikuti aturan, tuntutan ekonomilah yang membuat kami bertahan ditengah aturan, semoga nantinya ada pertimbangan dan kebijaksanaan lagi dari pemerintah daerah,” ungkap salah satu pedang di Jalan Bypass Amuntai berinisial G (40).

Selain risiko kecelakaan, jalan tersebut kerap kali dijadikan arena trek lurus bahkan merenggut nyawa, ditambah penumpukan sampah yang mengapung disekitar rawa yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan mengganggu kenyamanan. Situasi ini menggambarkan persimpangan antara kebutuhan mencari nafkah dan kewajiban menaati aturan.

Pemerintah daerah menegaskan bahwa penertiban bukan untuk mematikan usaha masyarakat kecil, melainkan sebagai upaya mengatur agar aktivitas ekonomi tetap berjalan, tanpa mengorbankan fungsi jalan, keselamatan, dan kebersihan lingkungan.

Ke depan, diperlukan langkah bersama yang lebih solutif. Penataan lokasi berdagang, pengaturan jam operasional, serta peningkatan kesadaran pedagang dan pembeli untuk menjaga kebersihan dinilai menjadi kunci agar jalan bypass dapat tetap berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa harus menghilangkan sumber penghidupan masyarakat.

Editor: Sry

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini