CakrawalaiNews.com, AMUNTAI – Program unggulan Pemerintahan Pusat, digaungkan Presiden Prabowo Subianto bertajuk Koperasi Merah Putih mulai menyapa desa-desa sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan.
Namun di tengah gegap gempita narasi pusat, respons dari lapangan masih beragam, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel).
Sebagian pemuda desa mulai menyambutnya dengan semangat baru, tetapi tidak sedikit yang masih ragu, bahkan belum mendengar sama sekali soal koperasi ini. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan informasi, hingga pemahaman antara tingkat pusat dan masyarakat bawah.
“Gagasan ini sangat strategis. Tapi jangan dilihat semata sebagai instrumen ekonomi. Koperasi juga harus jadi alat rekayasa sosial,” tegas Junaidi, tokoh muda HSU yang dikenal vokal terhadap isu kebijakan publik kepada CakrawalaiNews.com, Jumat (30/5/2025).
Menurutnya, keberhasilan koperasi ditentukan oleh dua hal utama, yaitu partisipasi aktif masyarakat dan kapasitas pengelolaan yang mumpuni.
“Kalau pengurusnya masih berpikiran lama, koperasi hanya jadi tempat kumpul. Padahal kita butuh generasi muda yang melek teknologi, paham pasar dan mau belajar,” lanjut Junaidi.
Potensi Ada, Tapi Butuh Organisasi
HSU dikenal memiliki potensi desa yang besar: dari pertanian, perikanan, peternakan, industri rumahan hingga UMKM. Namun potensi ini, Junaidi bilang sering tidak diolah secara kolektif dan produktif. Di sinilah koperasi seharusnya mengambil peran.
“Selama ini pembangunan di desa dimulai dari atas. Warga hanya menunggu bantuan, bukan memulai. Koperasi Merah Putih harus membalik pola ini,” ujarnya.
Tantangan Anak Muda-Birokrasi
Salah satu tantangan terbesar adalah minat generasi muda. Banyak yang lebih memilih menjadi kurir online atau pembuat konten ketimbang terlibat dalam koperasi.
“Pengurus koperasi harus bisa membuat ruang yang hidup dan relevan bagi anak muda. Misalnya dengan pelatihan digital marketing, e-commerce, atau live shopping. Jangan mentok di jual sembako saja,” katanya.
Ia menilai koperasi seharusnya bukan sekadar ‘warung besar’, melainkan pusat pelatihan, inkubator usaha, hingga bank data ekonomi desa.
Namun, ia mengkritisi birokrasi desa yang terlalu kaku dan tidak memberi ruang afirmatif bagi pemuda berbasis kompetensi.
“Anak muda HSU punya potensi di pertanian modern, digitalisasi UMKM, dan perikanan. Tapi sering tak diberi ruang berkembang,” ungkapnya.
Lurah Sungai Malang Sambut Positif
Secara terpisah, Lurah Sungai Malang, Yandra, turut menyambut baik kehadiran program Koperasi Merah Putih. Ia menilai program ini sangat tepat untuk memperkuat ekonomi lokal sekaligus membuka ruang partisipasi masyarakat, terutama generasi muda.
“Kami mendukung penuh program Koperasi Merah Putih. Ini sejalan dengan semangat kami di kelurahan untuk membangun ekonomi berbasis potensi lokal,” kata Yandra.
Menurutnya, pemerintah kelurahan siap memfasilitasi berbagai pelatihan dan pendampingan agar koperasi yang dibentuk benar-benar bisa memberikan manfaat nyata bagi warga.
“Yang penting adalah kontinuitas dan sinergi. Jangan hanya seremonial. Harus ada pendampingan nyata, dan target yang jelas, terutama dalam hal bermusyawarah, komunikasi ke berbagai pihak,” tambahnya.
Bukan Objek, Tapi Subjek Perubahan
Junaidi menegaskan pentingnya menjadikan masyarakat desa sebagai subjek perubahan, bukan hanya objek program.
“Koperasi bisa jadi gudang bersama, dapur kolektif, pusat distribusi pupuk, pakan, hingga pengolahan panen. Tapi semua itu butuh pengelolaan profesional,” tegasnya.
Ia menutup pernyataan dengan pesan keras sekaligus ajakan.
“Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Jangan tunggu pemerintah sempurna. Kita harus bergerak, dan jaga koperasi ini tetap bersih, produktif, dan berpihak pada rakyat,” pungkasnya.
Editor: Aprie
Leave a comment