Home Sejarah Budaya Dilupakan di Kampung Halaman, Dikenang Sebagai Pahlawan Udara: Kisah Haru Syamsudin Noor Putra Alabio HSU
Sejarah Budaya

Dilupakan di Kampung Halaman, Dikenang Sebagai Pahlawan Udara: Kisah Haru Syamsudin Noor Putra Alabio HSU

Kapten Penerbang Anumerta Muhammad Syamsudin Noor (5 November 1924-26 November 1950) adalah seorang perwira TNI-AU yang gugur dalam menjalankan tugas. Namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Syamsudin Noor di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Foto: Saluran Galeri Youtube/AG

CakrawalaiNews.com, AMUNTAI – Di tanah kelahirannya sendiri, nama Syamsudin Noor nyaris tak berbekas. Tak satupun monumen atau jalan yang mengabadikan namanya di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel).

Padahal, ia merupakan putra terbaik daerah, kelahiran Alabio, dari pasangan Bapak H Abdul Gaffar Noor – Pensiunan Kyai Besar bekas Kepala Federasi Kalimantan Tenggara (Kalteng), dan Ibu Hj Putri Ratna Willis (trah Kerajaan Pulau Laut).

Ia dilahirkan pada 5 November 1924 sebagai putra ketiga dari enam saudara kandung, yang gugur sebagai pahlawan muda di dunia penerbangan Indonesia.

Ironisnya, di kota besar seperti Banjarbaru, nama Syamsudin Noor justru harum dikenang. Bandara yang dulunya berstatus Internasional, tentu menjadi gerbang utama bagi Kalsel menyandang namanya. Nama Bandara Syamsudin Noor sebagai penghormatan yang di abadikan atas jasa-jasanya.

Tugu Bundaran Alabio, di sebuah kampung inilah sosok pahlawan muda Syamsudin Noor dilahirkan. Alabio, adalah nama daerah yang merujuk pada wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Foto: Saluran Galeri Youtube/AG

Perwira TNI Angkatan Udara ini, gugur pada usia sangat muda, 26 tahun, tepatnya 26 November 1950. Ia dikenal sebagai salah satu pelopor terbentuknya “Indonesian Airways,” cikal bakal penerbangan nasional yang saat sudah mengambil berperan penting dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan bangsa.

Syamsudin Noor dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, pada 29 November 1950. Prosesi pemakamannya berlangsung khidmat. Dentuman salvo senapan menggema, disusul taburan bunga dari udara oleh rekan-rekan penerbangnya yang terbang rendah menggunakan pesawat Capung, melintasi langit pemakaman sebagai penghormatan terakhir.

Kini warisan perjuangan dan pengorbanannya hidup dalam ingatan sebagian bangsa. Namun di kampung halamannya sendiri, ingatan itu seakan terkubur oleh zaman. Tidak ada plakat, tidak ada tugu, tidak ada jejak yang menandakan bahwa Alabio pernah melahirkan pahlawan udara.

Sudah waktunya masyarakat dan pemerintah daerah Hulu Sungai Utara (HSU) membuka lembaran sejarah ini. Sosok Syamsudin Noor bukan sekadar milik masa lalu, melainkan inspirasi untuk masa depan, bahwa dari kampung kecil pun, lahir mereka yang mampu terbang tinggi demi Indonesia.

Dari penelusuran, CakrawalaiNews.com menemukan kenyataan miris saat menyambangi kampung halaman sang pahlawan. Saat ditanya soal Bandara Syamsudin Noor di Banjarbaru, sebagian besar warga menjawab dengan yakin. Namun ketika ditanya siapa sebenarnya Syamsudin Noor, dan di mana ia dilahirkan, banyak yang terdiam, ragu, bahkan mengaku tidak tahu.

“Kalau bandara Syamsudin Noor sering dengar, tapi siapa orangnya, kami kurang paham,” ujar salah satu warga Alabio yang biasa disapa Upik, Selasa (6/5/2025).

Minimnya pengetahuan masyarakat tentang sosok Syamsudin Noor di tanah kelahirannya sendiri menjadi tanda tanya besar. Padahal, ia dikenal sebagai pahlawan muda yang telah gugur, perjuangannya kini justru nyaris tenggelam oleh arus zaman.

Tak adanya penanda sejarah atau narasi lokal yang mengangkat kiprah Syamsudin Noor turut memperparah kondisi ini. Seiring waktu, namanya perlahan memudar, bahkan di benak generasi muda di kampung halamannya sendiri.

Menurut salah seorang warga setempat, nama Syamsudin Noor layak dikenang bukan hanya sebagai nama di plang bandara, tapi sebagai simbol semangat juang pemuda Banua yang rela berkorban demi Indonesia.

“Kini, saatnya Alabio mengangkat kembali warisan sejarahnya sebelum nama sang pahlawan benar-benar hilang ditelan waktu, dan terlebih lagi pemerintah daerah harus hadir untuk mengabadikan namanya di Kabupaten HSU,” ungkap Imanuddin.

Sumber: Sebagian dikutip dari P2K STEKOM

Penulis: Windi Hidayat

Editor: Aprie

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BERITA POPULER

Berita Terkait

Tugu Perjuangan Divisi IV ALRI di Amuntai HSU; Simbol Terlupakan dari Warisan Perjuangan Perlu Dihidupkan 

CakrawalaiNews.com, AMUNTAI – Berdiri kokoh di Desa Telaga Silaban, Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten...