CakrawalaiNews.com, AMUNTAI – Pasar Induk Amuntai yang dahulu menjadi pusat perputaran ekonomi masyarakat Hulu Sungai Utara (HSU) kini semakin kehilangan denyutnya. Banyak kios tutup, fasilitas rusak, dan pembeli enggan datang.
Pedagang pun mulai mempertanyakan keseriusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU dalam menyelamatkan pasar tradisional ini.
Kondisi pasar kini terlihat semrawut. Beberapa los dibiarkan kosong, sebagian diisi tanpa pola. Infrastruktur terbengkalai; jalan rusak, saluran air mampet, hingga toilet umum tak berfungsi. Akibatnya, para pedagang kehilangan daya saing dan omzet pun terus menurun.
“Dulu ramai, sekarang sepi. Kami bertahan karena tidak punya pilihan lain, dan berharap pemerintah segera turun tangan agar pasar kembali hidup, serta mampu menarik pembeli,” kata salah seorang pedagang di Pasar Induk Amuntai yang enggan disebutkan namanya, Jumat (2/5/2025).
Dalam kondisi seperti ini, tokoh pemuda HSU, Junaidi, kembali terjun langsung ke lapangan, sebagai pemerhati pembangunan daerah, ia menilai penurunan fungsi Pasar Induk Amuntai bukan hanya karena perubahan tren belanja, tapi juga lemahnya sistem pengelolaan pasar.
“Zonasi dagangan tidak tertata, fasilitas umum rusak, dan tidak ada perencanaan jangka panjang. Menyalahkan pedagang adalah kesalahan besar, karena mereka justru korban,” ujarnya.
Ia mendorong Pemkab HSU untuk membenahi manajemen pasar secara menyeluruh, mulai dari pendataan ulang pedagang, perbaikan sanitasi dan fasilitas umum, hingga penataan zona dagangan yang lebih terstruktur. Tak hanya itu, Junaidi juga mengusulkan digitalisasi pasar sebagai solusi jangka panjang.
“Pasar tradisional harus masuk era digital. Pemerintah perlu memfasilitasi pelatihan, promosi daring, dan platform jual beli online agar pasar tetap relevan,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan (Diskusiperidang) HSU, Kamaruddin, mengakui tantangan besar yang dihadapi pasar rakyat saat ini.
“Tren belanja online memang berdampak. Tapi kami sudah melakukan pelatihan untuk pedagang agar bisa bersaing di dua jalur: offline dan online,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya akan menggandeng instansi lain seperti Dinas PUPR, Disperkim-LH, dan Satpol PP untuk membahas penataan ulang, penegakan perda, hingga kebersihan pasar.
“Masukan masyarakat kami apresiasi. Ini jadi bahan evaluasi penting untuk perbaikan ke depan,” ujar Kamaruddin.
Meskipun pemerintah mulai merespons, sebagian pedagang tetap menuntut aksi nyata, bukan sekadar wacana. Mereka berharap pembenahan pasar tidak hanya berhenti di meja rapat, tapi benar-benar dirasakan oleh pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup di sana.
Penulis: Windi Hidayat
Editor: Aprie